Sabtu, 19 Desember 2015

AKTUALISASI SILA PERTAMA PANCASILA DI LINGKUNGAN KELUARGA




BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
          Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan Yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya dalam sudut pandang bahasa Sanskerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah bermakna Tuhan Yang Satu.
          Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –an. Dengan kata lain Ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan. Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta atau Pali yang bisa berarti mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata “maha” bukan berarti “sangat”. Jadi adalah salah jika penggunaan kata “maha” dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar yang berarti sangat besar.
          Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sanskerta atau Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this – Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sanksertamaupun bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka”, bukan kata “esa”.
          Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti keyakinan dan pengakuan yang diekspresikan dalam bentuk perbuatan terhadap Dzat Yang Maha Tunggal tiada duanya. Yang sempurna sebagai Penyebab Pertama (Kausa Prima). Ekspresi dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa menuntut manusia Indonesia untuk bersikap hidup, berpandangan hidup "taat" dan "taklim" kepada Tuhan dengan dibimbing oleh ajaran-ajaran-Nya. Taat mengandung makna setia, menurut apa yang diperintahkan dan hormat atau cinta kapada Tuhan. Sedangkan taklim mengandung makna memuliakan Tuhan teragung, memandang Tuhan tertinggi, memandang Tuhan terluhur.
          Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kebebasan kepada pemeluk agama sesuai dengan keyakinannya., tak ada paksaan, dan antar penganut agama yang berbeda harus saling hormat menghormati dan bekerjasama. Bahkan penganut aliran Keperayaan Tuhan Yang Maha Esa, esensinya tidak kontradiktif dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan pasal 29 UUD 1945 ayat (2) yang berbunyi: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
B.  Rumusan masalah
1.      Apakah makna atau arti penting sila pertama Pancasia, Ketuhanan Yang Maha Esa?
2.      Apa sajakah butir-butir pengalaman Pancasila sila pertama?
3.      Bagaimanakah penerapan nilai-nilai sila pertama Pancasila dalam lingkungan keluarga atau rumah?
C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui arti penting sila pertama Pancasila.
2.      Untuk mengetahui butir-butir pengalaman Pancasila sila pertama.
3.      Untuk mengetahui bagaimana cara penerapan sila pertama Pancasila di rumah atau lingkungan keluarga.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Pancasila sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa berarti bahwa Negara mengakui adanya Tuhan. Tuhan merupakan pencipta seluruh alam semesta ini. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya, Esa dalam zat-Nya, dalam sifat-Nya maupun dalam perbuatan-Nya. Tuhan sendirilah yang Maha Mengetahui, dan tiada yang sanggup menandingi keagungan-Nya. Tidak ada yang bisa mengatur-Nya karena Tuhan mengatur segala aturan. Tuhan tidak diciptakan oleh makhluk lain melainkan Tuhan yang menciptakan segalanya. Bahagia, tertawa, sedih, tangis, duka, dan gembira juga Tuhan yang menentukan.
Dengan demikian Ketuhanan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ialah manusia. Sebagai aha Pencipta, kekuaaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selain-Nya adalah terbatas.
B.  Butir - Butir Pancasila Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketetapan MPR No.I/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancasila menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 45 butir pengalaman sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR No.I/MPR/2013. Di dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa sendiri dibagi menjadi tujuh butir pengamalan, yaitu sebagai berikut:
1.    Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.    Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.    Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5.    Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.    Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7.    Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Dari butir-butir yang telah disebutkan di atas, telah di sebutkan bahwa dalam kehidupan beragam itu tidak diperbolehkan adanya suatu paksaan. Setelah ketetapan ini dicabut, tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.
Manusia selain merupakan makhluk ciptaan Tuhan juga merupakan makhluk sosial, yang berarti bahwa manusia memerlukan pergaulan dengan manusia lainnya. Setiap manusia perlu bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya.
Bangsa Indonesia yang beraneka agama, menjalankan ibadahnya masing-masing dimana pemeluk melaksanakan ajaran agama sesuai dengan norma agamanya. Agar tidak terjadi pertentangan antara pemeluk agama yang berbeda, maka hendaknya dikembangkan sikap toleransi beragama, yaitu sikap hormat menghormati sesama pemeluk agama yang berbeda, sikap menghormati kebebasan menjalanakan  ibadah sesuai ajaran agama masing-masing, dan tidak boleh memaksakan suatu agamma kepada orang lain. Toleransi beragama tidak berarti bahwa ajaran agama yang satu bercampur aduk dengan ajaran agama lainnya.
C.  Penerapan Pancasila Sila Pertama Di Lingkungan Keluarga
Penerapan Sila ini dalam kehidupan sehari-hari misalnya menyayangi binatang; menyayangi tumbuh-tumbuhan dan merawatnya; selalu menjaga kebersihan dan sebagainya. Dalam Islam bahkan ditekankan, bahwa Allah tidak suka pada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, tetapi Allah senang terhadap orang-orang yang selalu bertaqwa dan selalu berbuat baik. Lingkunagn hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-Nya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan Bangsa Indonesia serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.
Keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan hal yang sangat penting kita tanamkan dalam diri. Orang yang tidak memiliki keyakinan dan kepercayaan akan selalu dihantui oleh rasa takut, bimbang, dan ragu-ragu, serta merasa tidak aman dan tidak memiliki kepastian dalam dirinya. Agama adalah sebagai wadah untuk mempercayai dan meyakini keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan itu. Dengan agama kita akan merasa aman, tidak takut, tidak bimbang, dan tidak ada keraguan dalam hidup ini. Karena memiliki rasa aman maka kita akan memiliki ketetapan hati dalam menghadapi dan mengarungi kehidupan ini. Dengan beragama, maka seseorang akan merasa dan memiliki suatu pegangan yang kokoh dan kuat dalam hidup dan kehidupannya. Pegangan yang kokoh dan utuh adalah meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Tuhan itu bersifat gaib, tidak satu orangpun dapat mengetahui keberadaan Tuhan secara pasti. Namun walaupun demikian ada beberapa cara untuk meyakini kebenaran/kebenaran Tuhan yaitu: meyakini keberadaan Tuhan dengan membaca kitab suci dan mendengarkannya dari orang suci, merasakan getaran-getaran langsung atau mendengarkan sabdaNya melalui panca indra, dan dengan cara menarik sebuah kesimpulan dari gejala-gejala alam.
Dengan beragama akan menjadikan suatu ajaran agama sebagai jalan dan pedoman hidup berdasarkan keyakinan bahwa jalan tersebut adalah jalan yang benar. Karena bersumber dari keyakinan diri, maka yang paling menentukan keberagamaan seseorang adalah hati nurani. Oleh karena itu agama adalah urusan paling pribadi. Apakah seseorang meyakini dan menjalankan ajaran suatu agama atau tidak, ditentukan oleh keyakinan dan motivasi pribadi dan konsekuensinya pun ditanggung secara pribadi. Keberagamaan seseorang menjadi tidak bermakna sama sekali jika dilakukan tanpa keyakinan dan semata-mata ditentukan oleh faktor di luar diri sendiri. Islam secara tegas dinyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Beragama dengan keterpaksaan adalah sebuah kemunafikan.
Oleh karena itu beragama adalah hak asasi manusia yang masuk dalam kategori hak dasar yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun. Konsekuensinya, siapapun harus menghormati, menghargai, dan tidak melanggar hak orang lain dalam beragama. Bahkan Negara tidak memiliki otoritas untuk menentukan mana agama yang benar dan mana agama yang salah. Keyakinan saya bahwa agama Islam adalah agama yang benar dan diridhloi Allah SWT bukan karena Islam diakui sebagai agama yang “sah” oleh Negara. Sebaliknya, saya tidak memilih agama yang lain juga bukan karena agama tersebut tidak diakui secara “sah” oleh Negara. Yang menentukan adalah keyakinan saya sendiri. Jika saya memeluk Islam sebagai agama saya dan beribadah menurut ajaran seperti mayoritas yang dilakukan oleh umat Islam yang lain semata-mata karena pengakuan yang diberikan oleh pemerintah, maka saya telah menjadi munafik, dan keberagamaan saya tidak bermakna sama sekali dihadapan Allah.
Sebagai penerapan atau  pengamalan terhadap sila pertama Pancasila, kita sebagai orang islam juga harus menjaga kerukunan antarumat beragama. Kerukunan umat beragama dalam islam yakni Ukhuwah Islamiah. Ada hadits yang mengatakan bahwa hubungan persahabatan antara sesama islam dalam menjamin Ukhuwah Islamuah yang berarti bahwa antara umat islam itu laksana satu tubuh, apabila sakit salah satu anggota badan itu, maka seluruh badan akan merasakan sakitnya. Dikatakan juga bahwa umat muslim itu bagaikan sutu bangunan yang saling menunjang satu sama lain. Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan keluarga serta masyarakat. Contoh yang bisa diterapkan dalam suatu keluarga adalah dengan memberikan zakat, sedekah, dan lain-lain kepada orang yang tidak mampu.
Dengan membantu mereka yang kesusahan, kita akan mempererat tali persaudaraan sebangsa dan setanah air kita, sehingga secara tidak langsung akan memperkokoh persatuan Indonesia. Hormatilah selalu orang lain tanpa memandang Agama apa yang mereka anut. Misalnya dengan selalu berbicara halus dan sopan kepada siapapun. Biasakan pula untuk menomor satukan sopan santun dalam beraktivitas sehari harinya, terlebih lagi menghormati orang lain tanpa memandang perbedaan yang ada. Hal ini tentu akan mempererat kerukunan umat beragama di Indonesia.


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Agar penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dapat berjalan lancar dan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh para pendiri bangsa maka diperlukan aktualisasi nilai-nilai Pancasila (pembaharuan mengenai asumsi/interpretasi nilai-nilai Pancasila). Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan beNegara adalah suatu keharusan, agar Pancasila tetap selalu relevan dalam fungsinya memberikan pedoman bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan masalah dalam kehidupan berbangsa dan berNegara. Agar loyalitas warga masyarakat dan warga Negara terhadap Pancasila tetap tinggi.
Di lain pihak, kerancuan nilai-nilai Pancasila bisa diminimalisir. Keuntungan dari adanya dinamika dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan praksis adalah selalu terjadinya perubahan dan pembaharuan dalam mentransformasikan nilai Pancasila ke dalam norma dan praktek hidup dengan menjaga konsistensi, relevansi, dan kontekstualisasinya. Sedangkan perubahan dan pembaharuan yang berkesinambungan terjadi apabila ada dinamika internal (pembaharuan dari dalam) dan penyerapan terhadap nilai-nilai asing yang relevan untuk pengembangan dan penggayaan ideologi Pancasila. Muara dari semua upaya perubahan dan pembaharuan dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila adalah terjaganya kredibilitas Pancasila oleh warga Negara dan warga masyarakat Indonesia.
B.  Saran
Dari penyusunan makalah ini, penulis mengharapkan supaya para pembaca dapat memperoleh pengetahuan yang luas dan memahami mengenai aktualisasi sila pertama di lingkungan keluarga.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah dengan judul ”Aktualisasi Sila Pertama Pancasila Di Lingkungan Keluarga“ ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

0 komentar:

Posting Komentar