Sabtu, 19 Desember 2015

AKTUALISASI SILA PERTAMA PANCASILA DI LINGKUNGAN KELUARGA




BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
          Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan Yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya dalam sudut pandang bahasa Sanskerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah bermakna Tuhan Yang Satu.
          Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –an. Dengan kata lain Ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan. Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta atau Pali yang bisa berarti mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata “maha” bukan berarti “sangat”. Jadi adalah salah jika penggunaan kata “maha” dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar yang berarti sangat besar.
          Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sanskerta atau Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this – Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sanksertamaupun bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka”, bukan kata “esa”.
          Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti keyakinan dan pengakuan yang diekspresikan dalam bentuk perbuatan terhadap Dzat Yang Maha Tunggal tiada duanya. Yang sempurna sebagai Penyebab Pertama (Kausa Prima). Ekspresi dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa menuntut manusia Indonesia untuk bersikap hidup, berpandangan hidup "taat" dan "taklim" kepada Tuhan dengan dibimbing oleh ajaran-ajaran-Nya. Taat mengandung makna setia, menurut apa yang diperintahkan dan hormat atau cinta kapada Tuhan. Sedangkan taklim mengandung makna memuliakan Tuhan teragung, memandang Tuhan tertinggi, memandang Tuhan terluhur.
          Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kebebasan kepada pemeluk agama sesuai dengan keyakinannya., tak ada paksaan, dan antar penganut agama yang berbeda harus saling hormat menghormati dan bekerjasama. Bahkan penganut aliran Keperayaan Tuhan Yang Maha Esa, esensinya tidak kontradiktif dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan pasal 29 UUD 1945 ayat (2) yang berbunyi: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
B.  Rumusan masalah
1.      Apakah makna atau arti penting sila pertama Pancasia, Ketuhanan Yang Maha Esa?
2.      Apa sajakah butir-butir pengalaman Pancasila sila pertama?
3.      Bagaimanakah penerapan nilai-nilai sila pertama Pancasila dalam lingkungan keluarga atau rumah?
C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui arti penting sila pertama Pancasila.
2.      Untuk mengetahui butir-butir pengalaman Pancasila sila pertama.
3.      Untuk mengetahui bagaimana cara penerapan sila pertama Pancasila di rumah atau lingkungan keluarga.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Pancasila sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa berarti bahwa Negara mengakui adanya Tuhan. Tuhan merupakan pencipta seluruh alam semesta ini. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya, Esa dalam zat-Nya, dalam sifat-Nya maupun dalam perbuatan-Nya. Tuhan sendirilah yang Maha Mengetahui, dan tiada yang sanggup menandingi keagungan-Nya. Tidak ada yang bisa mengatur-Nya karena Tuhan mengatur segala aturan. Tuhan tidak diciptakan oleh makhluk lain melainkan Tuhan yang menciptakan segalanya. Bahagia, tertawa, sedih, tangis, duka, dan gembira juga Tuhan yang menentukan.
Dengan demikian Ketuhanan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ialah manusia. Sebagai aha Pencipta, kekuaaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selain-Nya adalah terbatas.
B.  Butir - Butir Pancasila Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketetapan MPR No.I/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancasila menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 45 butir pengalaman sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR No.I/MPR/2013. Di dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa sendiri dibagi menjadi tujuh butir pengamalan, yaitu sebagai berikut:
1.    Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.    Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.    Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5.    Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.    Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7.    Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Dari butir-butir yang telah disebutkan di atas, telah di sebutkan bahwa dalam kehidupan beragam itu tidak diperbolehkan adanya suatu paksaan. Setelah ketetapan ini dicabut, tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.
Manusia selain merupakan makhluk ciptaan Tuhan juga merupakan makhluk sosial, yang berarti bahwa manusia memerlukan pergaulan dengan manusia lainnya. Setiap manusia perlu bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya.
Bangsa Indonesia yang beraneka agama, menjalankan ibadahnya masing-masing dimana pemeluk melaksanakan ajaran agama sesuai dengan norma agamanya. Agar tidak terjadi pertentangan antara pemeluk agama yang berbeda, maka hendaknya dikembangkan sikap toleransi beragama, yaitu sikap hormat menghormati sesama pemeluk agama yang berbeda, sikap menghormati kebebasan menjalanakan  ibadah sesuai ajaran agama masing-masing, dan tidak boleh memaksakan suatu agamma kepada orang lain. Toleransi beragama tidak berarti bahwa ajaran agama yang satu bercampur aduk dengan ajaran agama lainnya.
C.  Penerapan Pancasila Sila Pertama Di Lingkungan Keluarga
Penerapan Sila ini dalam kehidupan sehari-hari misalnya menyayangi binatang; menyayangi tumbuh-tumbuhan dan merawatnya; selalu menjaga kebersihan dan sebagainya. Dalam Islam bahkan ditekankan, bahwa Allah tidak suka pada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, tetapi Allah senang terhadap orang-orang yang selalu bertaqwa dan selalu berbuat baik. Lingkunagn hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-Nya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan Bangsa Indonesia serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.
Keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan hal yang sangat penting kita tanamkan dalam diri. Orang yang tidak memiliki keyakinan dan kepercayaan akan selalu dihantui oleh rasa takut, bimbang, dan ragu-ragu, serta merasa tidak aman dan tidak memiliki kepastian dalam dirinya. Agama adalah sebagai wadah untuk mempercayai dan meyakini keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan itu. Dengan agama kita akan merasa aman, tidak takut, tidak bimbang, dan tidak ada keraguan dalam hidup ini. Karena memiliki rasa aman maka kita akan memiliki ketetapan hati dalam menghadapi dan mengarungi kehidupan ini. Dengan beragama, maka seseorang akan merasa dan memiliki suatu pegangan yang kokoh dan kuat dalam hidup dan kehidupannya. Pegangan yang kokoh dan utuh adalah meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Tuhan itu bersifat gaib, tidak satu orangpun dapat mengetahui keberadaan Tuhan secara pasti. Namun walaupun demikian ada beberapa cara untuk meyakini kebenaran/kebenaran Tuhan yaitu: meyakini keberadaan Tuhan dengan membaca kitab suci dan mendengarkannya dari orang suci, merasakan getaran-getaran langsung atau mendengarkan sabdaNya melalui panca indra, dan dengan cara menarik sebuah kesimpulan dari gejala-gejala alam.
Dengan beragama akan menjadikan suatu ajaran agama sebagai jalan dan pedoman hidup berdasarkan keyakinan bahwa jalan tersebut adalah jalan yang benar. Karena bersumber dari keyakinan diri, maka yang paling menentukan keberagamaan seseorang adalah hati nurani. Oleh karena itu agama adalah urusan paling pribadi. Apakah seseorang meyakini dan menjalankan ajaran suatu agama atau tidak, ditentukan oleh keyakinan dan motivasi pribadi dan konsekuensinya pun ditanggung secara pribadi. Keberagamaan seseorang menjadi tidak bermakna sama sekali jika dilakukan tanpa keyakinan dan semata-mata ditentukan oleh faktor di luar diri sendiri. Islam secara tegas dinyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Beragama dengan keterpaksaan adalah sebuah kemunafikan.
Oleh karena itu beragama adalah hak asasi manusia yang masuk dalam kategori hak dasar yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun. Konsekuensinya, siapapun harus menghormati, menghargai, dan tidak melanggar hak orang lain dalam beragama. Bahkan Negara tidak memiliki otoritas untuk menentukan mana agama yang benar dan mana agama yang salah. Keyakinan saya bahwa agama Islam adalah agama yang benar dan diridhloi Allah SWT bukan karena Islam diakui sebagai agama yang “sah” oleh Negara. Sebaliknya, saya tidak memilih agama yang lain juga bukan karena agama tersebut tidak diakui secara “sah” oleh Negara. Yang menentukan adalah keyakinan saya sendiri. Jika saya memeluk Islam sebagai agama saya dan beribadah menurut ajaran seperti mayoritas yang dilakukan oleh umat Islam yang lain semata-mata karena pengakuan yang diberikan oleh pemerintah, maka saya telah menjadi munafik, dan keberagamaan saya tidak bermakna sama sekali dihadapan Allah.
Sebagai penerapan atau  pengamalan terhadap sila pertama Pancasila, kita sebagai orang islam juga harus menjaga kerukunan antarumat beragama. Kerukunan umat beragama dalam islam yakni Ukhuwah Islamiah. Ada hadits yang mengatakan bahwa hubungan persahabatan antara sesama islam dalam menjamin Ukhuwah Islamuah yang berarti bahwa antara umat islam itu laksana satu tubuh, apabila sakit salah satu anggota badan itu, maka seluruh badan akan merasakan sakitnya. Dikatakan juga bahwa umat muslim itu bagaikan sutu bangunan yang saling menunjang satu sama lain. Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan keluarga serta masyarakat. Contoh yang bisa diterapkan dalam suatu keluarga adalah dengan memberikan zakat, sedekah, dan lain-lain kepada orang yang tidak mampu.
Dengan membantu mereka yang kesusahan, kita akan mempererat tali persaudaraan sebangsa dan setanah air kita, sehingga secara tidak langsung akan memperkokoh persatuan Indonesia. Hormatilah selalu orang lain tanpa memandang Agama apa yang mereka anut. Misalnya dengan selalu berbicara halus dan sopan kepada siapapun. Biasakan pula untuk menomor satukan sopan santun dalam beraktivitas sehari harinya, terlebih lagi menghormati orang lain tanpa memandang perbedaan yang ada. Hal ini tentu akan mempererat kerukunan umat beragama di Indonesia.


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Agar penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dapat berjalan lancar dan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh para pendiri bangsa maka diperlukan aktualisasi nilai-nilai Pancasila (pembaharuan mengenai asumsi/interpretasi nilai-nilai Pancasila). Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan beNegara adalah suatu keharusan, agar Pancasila tetap selalu relevan dalam fungsinya memberikan pedoman bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan masalah dalam kehidupan berbangsa dan berNegara. Agar loyalitas warga masyarakat dan warga Negara terhadap Pancasila tetap tinggi.
Di lain pihak, kerancuan nilai-nilai Pancasila bisa diminimalisir. Keuntungan dari adanya dinamika dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan praksis adalah selalu terjadinya perubahan dan pembaharuan dalam mentransformasikan nilai Pancasila ke dalam norma dan praktek hidup dengan menjaga konsistensi, relevansi, dan kontekstualisasinya. Sedangkan perubahan dan pembaharuan yang berkesinambungan terjadi apabila ada dinamika internal (pembaharuan dari dalam) dan penyerapan terhadap nilai-nilai asing yang relevan untuk pengembangan dan penggayaan ideologi Pancasila. Muara dari semua upaya perubahan dan pembaharuan dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila adalah terjaganya kredibilitas Pancasila oleh warga Negara dan warga masyarakat Indonesia.
B.  Saran
Dari penyusunan makalah ini, penulis mengharapkan supaya para pembaca dapat memperoleh pengetahuan yang luas dan memahami mengenai aktualisasi sila pertama di lingkungan keluarga.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah dengan judul ”Aktualisasi Sila Pertama Pancasila Di Lingkungan Keluarga“ ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

KEDUDUKAN DAN FUNGSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak jaman Kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Setelah melalui suatu proses yang cukup panjang dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang didalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa yang lain, yang oleh pendiri Negara dirumuskan dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip yang kemudian diberi nama Pancasila.
Dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah-tengah masyarakat internasional. Dengan kata lain, bangsa Indonesia harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat terlaksana bukan melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan suatu kesadaran berbangsa dan bernegara yang berakar pada sejarah bangsa. Secara historis, nilai-nilai Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara Indonesia sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri.
Sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia, Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia. Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk Negara, dengan lain perkataan unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan Kausa Materialis (asal bahan) Pancasila.
Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri Negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar Negara dan ideologi bangsa. Dengan demikian, sebagai ideologi, Pancasila berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa, bukan mengambil dari ideologi bangsa lain. Oleh karena itu seharusnya Pancasila memiliki kesesuaian dengan bangsa Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa Pancasila adalah Dasar Negara. Dengan demikian Pancasila merupakan nilai dasar yang normatif terhadap seluruh penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain, Pancasila merupakan Dasar Falsafah Negara atau Ideologi Negara karena memuat norma-norma yang paling mendaasar untuk mengukur dan menentukan keabsahan bentuk-bentuk penyelenggaraan Negara serta kebijakan-kebijakan penting yang diambil dalam proses pemerintahan. 
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Pancasila sebagai ideologi Negara?
2.      Sebutkan karakteristik Pancasila sebagai ideologi Negara ?
3.      Bagaimanakah sifat Pancasila sebagai ideologi Negara ?
4.      Bagaimanakah nilai Pancasila sebagai ideoogi Negara?
5.      Apa sajakah faktor-faktor pendorong keterbukaan Pancasila sebagai ideologi Negara?
6.      Jelaskan makna Pancasila sebagai ideologi Negara?
7.      Apa sajakah fungsi Pancasila sebagai ideologi Negara?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui maksud Pancasila sebagai ideologi Negara.
2.      Untuk mengetahui karakteristik Pancasila sebagai ideologi Negara.
3.      Untuk mengetahui sifat Pancasila sebagai ideologi Negara.
4.      Untuk mengetahui nilai Pancasila sebagai ideoogi Negara.
5.      Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong keterbukaan Pancasila sebagai ideologi Negara.
6.      Untuk mengetahui makna Pancasila sebagai ideologi Negara.
7.      Untuk mengetahui fungsi Pancasila sebagai ideologi Negara.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pancasila sebagai Ideologi Negara
Dalam kehidupan sehari-hari istilah ideologi umumnya digunakan sebagai pengertian pedoman hidup baik dalam berpikir maupun bertindak. Dalam hal ini ideologi dapat
dibedakan mejadi dua pengertian yaitu ideologi dalam arti luas dan ideologi dalam arti
sempit. Dalam arti luas ideologi menunjuk pada pedoman dalam berpikir dan bertindak
atau sebagai pedoman hidup di semua segi kehidupan baik pribadi maupun umum.
Sedangkan dalam arti sempit, ideologi menunjuk pada pedoman baik dalam berpikir
maupun bertindak atau pedoman hidup dalam bidang tertentu misalnya sebagai ideologi
Negara.
Ideologi Negara adalah ideologi dalam pengertian sempit atau terbatas. Ideologi Negara merupakan ideologi mayoritas waga Negara tentang nilai -nilai dasar Negara yang ingin diwujudkan melalui kehidupan Negara itu. Ideologi Negara sering disebut sebagai
ideologi politik karena terkait dengan penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara yang tidak lain adalah kehidupan politik.
Sedangkan Pancasila adalah ideologi Negara yaitu gagasan fundamental mengenai bagaimana hidup bernegara milik seluruh bangsa Indonesia bukan ideologi milik Negara atau rezim tertentu. Sebagai ideologi, yaitu selain kedudukannya sebagai dasar Negara kesatuan republik Indonesia Pancasila berkedudukan juga sebagai ideologi nasional Indonesia yang
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Jadi,dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah Pancasila sebagai cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, serta menjadi tujuan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia.Berdasarkan Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR tentang P4, ditegaskan bahwa Pancasila adalah dasar NKRI yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.2    Karakteristik Pancasila sebagai Ideologi Negara
Karakteristik yang dimaksud di sini adalah ciri khas yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi negara, yang membedakannya dengan ideologi-ideologi yang lain. Karakteristik ini berhubungan dengan sikap positif bangsa Indonesia yang memiliki Pancasila Adapun karakteristik tersebut adalah:
Pertama: Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti pengakuan bangsa Indonesia akan eksistensi Tuhan sebagai pencipta dunia dengan segala isinya. Tuhan sebagai kausa prima. Oleh karena itu sebagai umat yang berTuhan, adalah dengan sendirinya harus taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua ialah penghargaan kepada sesama umat manusia apapun suku bangsa dan bahasanya. Sebagai umat manusia kita adalah sama dihadapan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Adil dan beradab berarti bahwa adil adalah perlakuan yang sama terhadap sesama manusia, dan beradab berarti perlakuan yang sama itu sesuai dengan derajat kemanusiaan. Atas dasar perlakuan ini maka kita menghargai akan hak-hak asasi manusia seimbang dengan kewajiban-kewajibannya. Dengan demikian harmoni antara hak dan kewajiban adalah penjelmaan dari kemanusaiaan yang adil dan beradab. Adil dalam hal ini adalah seimbang antara hak dan kewajiban. Dapat dikatakan hak timbul karena adanya kewajiban.
Ketiga, bangsa Indonesia menjunjung tinggi persatuan bangsa. Di dalam persatuan itulah dapat dibina kerja sama yang harmonis. Dalam hubungan ini, maka persatuan Indonesia kita tempatkan di atas kepentingan sendiri. Pengorbanan untuk kepentingan bangsa, lebih ditempatkan daripada pengorbanan untuk kepentingan pribadi. Ini tidak berarti kehidupan pribadi itu diingkari. Sebagai umat yang takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maka kehidupan pribadi adalah utama. Namun demikian tidak berarti bahwa demi kepentingan pribadi itu kepentingan bangsa dikorbankan.
Keempat adalah bahwa kehidupan kita dalam kemasyarakatan dan bernegara berdasarkan atas sistem demokrasi. Demokrasi yang dianut adalah demokrasi Pancasila. Hal ini sesuai dengan sila ke empat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dalam rangka pelaksanaan demokrasi kita mementingkan akan musyawarah. Musyawarah tidak didasarkan atas kekuasaan mayoritas maupun minoritas. Keputusan dihasilkan oleh musyawarah itu sendiri. Kita menolak demokrasi liberal. Kelima adalah Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan dalam kemakmuran adalah cita-cita bangsa kita sejak masa lampau. Sistem pemerintahan yang kita anut bertujuan untuk tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Itulah sebabnya disarankan agar seluruh masyarakat kita bekerja keras dan menghargai prestasi kerja sebagai suatu sikap hidup yang diutamakan.
Demikian secara pokok karakteristik dari Pancasila. Karakteristik yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain, karena Pancasila itu merupakan suatu kesatuan, keutuhan yang saling berkaitan. Namun demikian keseluruhan itu bernafaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.3    Sifat – Sifat Ideologi
Sebuah ideologi dapat bertahan atau pudar dalam menghadapi perubahan masyarakat tergantung daya tahan dari ideologi itu. Alfian mengatakan bahwa kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang dimiliki oleh ideologi itu, yaitu dimensi realita, idealisme, dan fleksibilitas. Pancasia sebagai sebuah ideologi memiliki tiga dimensi tersebut:
1.    Dimensi Realitas : nilai – nilai dasar di dalam suatu ideologi bersumber dari nilai – nilai riil yang hidup dalam masyarakat yang tertanam dan berakar di dalam masyarakat terutama pada waktu ideologi itu lahir. Dengan demikian mereka benar-benar merasakan dan menghayati bahwa nilai – nilai dasar itu adalah milik bersama
2.    Dimensi Idealisme : nilai – nilai dasar didalam suatu ideologi yang mengandung idealisme, yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui perwujudan / pengalamannya dalam praktik kehidupan bersama sehari – hari dengan berbagai dimensinya. Pancasila bukan saja memenuhi dimensi idealisme ini tetapi juga berkaitan dengan dimensi realitas.
3.    Dimensi Fleksibilitas (pengembangan) yaitu kemampuan ideologi dalam
mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakatnya. Mempengaruhi artinya ikut wewarnai proses perkembangan zaman
tanpa menghilangkan jati diri ideologi itu sendiri yang tercermin dalam nilai dasarnya.
Mempengaruhi berarti pendukung ideologi itu berhasil menemukan tafsiran -tafsiran
terhadap nilai dasar dari ideologi itu yang sesuai dengan realita -realita baru yang
muncul di hadapan mereka sesuai perkembangan zaman.
2.4    Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi
Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya  merupakan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Nilai-nilai ini yangmerupakan nilai dasar bagi kehidupan kenegaraan,kebangsaan dan kemasyarakatan. Nilai-nilai Pancasilatergolong nilai kerokhanian yang didalamnya terkandungnilai-nilai lainnya secara lengkap dan harmonis, baik nilaimaterial, nilai vital, nilai kebenaran (kenyataan), nilaiestetis, nilai etis maupun nilai religius.Nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bersifatobjektif dan subjektif, artinya hakikat nilai-nilai Pancasilaadalah bersifat universal (berlaku di manapun), sehinggadimungkinkan dapat diterapkan pada negara lain. Jadikalau ada suatu negara lain menggunakan prinsip falsafah, bahwa negara berKetuhanan, berKemanusiaan,berPersatuan, berKerakyatan, dan berKeadilan, maka negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari nilai-nilai Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif, maksudnya adalah:
1.    Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri memiliki makna yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak karena merupakan suatu nilai.
2.    Inti dari nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
3.    Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang mendasar, sehingga merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Sedangkan nilai-nilai Pancasila bersifat subjektif, terkandung maksud bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Hal ini dapat dijelaskan, karena:
1.      Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia sebagai penyebab adanya nilai-nilai tersebut.
2.      Nilai-nilai Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia, sehingga merupakan jati diri bangsa yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.      Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung nilai-nilai kerokhanian, yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis, dan nilai religius yang sesuai dengan hati nurani bangsa Indonesia dikarenakan bersumber pada kepribadian bangsa.
Oleh karena nilai-nilai Pancasila yang bersifat objektif dan subjektif tersebut, maka nilai-nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasan, menjadi dasar serta semangat bagi segala tindakan atau perbuatan dalam kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan bernegara. Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber nilai bagi manusia Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, maksudnya sumber acuan dalam bertingkah laku dan bertindak dalam menentukan dan menyusun tata aturan hidup berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai yang digali, tumbuh dan berkembang dari budaya bangsa Indonesia yang telah berakar dari keyakinan hidup bangsa Indonesia. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila menjadi ideologi yang tidak diciptakan oleh negara melainkan digali dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat Indonesia sendiri. Sebagai nilai-nilai yang digali dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat Indonesia sendiri, maka nilai-nilai Pancasila akan selalu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat Indonesia.
Sebagai ideologi yang tidak diciptakan oleh negara, menjadikan Pancasila sebagai ideologi juga merupakan sumber nilai, sehingga Pancasila merupakan asas kerokhanian bagi tertib hukum Indonesia, dan meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari Undang- Undang Dasar 1945 serta mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara.
2.5    Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi Pancasila
Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :
1.    Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.
2.    Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
3.    Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
4.    Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.

2.6 Makna Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi mempunyai makna sebagai berikut:
1.    Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan bernegara.
2.    Nilai-nilai yang tekandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama dan oleh karena itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi) masyarakat Indonesia.
2.7 Fungsi Pancasila sebagai Ideologi Negara
Berikut ini fungsi Pancasila sebagai ideologi Negara, yaitu :
1.       Memperkokoh persatuan bangsa karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk.
2.       Mengarahkan bangsa Indonesia menuju tujuannya dan menggerakkan serta membimbing
bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan
3.        Memelihara dan mengembangkan identitas bangsa dan sebagai dorongan dalam
pembentukan karakter bangsa berdasarkan Pancasila.
4.       Menjadi standar nilai dalam melakukan kritik mengenai kedaan bangsa dan Negara.



BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Pancasila adalah ideologi Negara yaitu gagasan fundamental mengenai bagaimana hidup bernegara milik seluruh bangsa Indonesia bukan ideologi milik Negara atau rezim
tertentu. Selain kedudukannya sebagai dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Pancasila berkedudukan juga sebagai ideologi nasional Indonesia yang
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Sebuah ideologi dapat bertahan atau pudar dalam menghadapi perubahan masyarakat tergantung daya tahan dari ideologi itu.
Alfian mengatakan bahwa kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang dimiliki oleh ideologi itu, yaitu dimensi realita, idealisme, dan fleksibilitas. Terdapat berbagai macam faktor yang mendorong Pancasila sebagai ideologi Negara yang terbuka yaitu: kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat, serta pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
Pancasila sebagai ideologi mempunyai nilai-nilai. Nilai yang tekandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama dan oleh karena itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi) masyarakat Indonesia.
Sedangkan sebagai ideologi Negara Pancasila memiliki fungsi untuk memperkokoh persatuan bangsa karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk serta mengarahkan bangsa Indonesia menuju tujuannya dan menggerakkan serta membimbing bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan
3.2    Saran
Dari penyusunan makalah ini, penulis mengharapkan supaya para pembaca dapat memperoleh pengetahuan yang luas dan memahami kedudukan Pancasila sebagai ideologi Negara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah dengan judul ”Kedudukan Dan Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Negara“ ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.